Perkembangan drone elang hitam

Ansars

Drone elang hitam

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) resmi menghentikan pengembangan drone Elang Hitam tahun ini. Dengan ini, ambisi Indonesia untuk memiliki drone tempur di masa depan pun sirna. Kepala BRIN Laksana Tri Handoko berpendapat, proyek pembangunan Elang Hitam tidak bisa dihentikan tetapi harus dialihkan dari versi militer ke versi sipil.


"Informasi ini tidak benar karena program PUNA (drone) kembali difokuskan pada target sipil (ISR) dan bukan pejuang," kata Laksana dikutip Kompas.com.


 

Laksana menjelaskan, drone versi ini menyimpang dari hasil evaluasi dan pengujian menyeluruh setelah Elang Hitam gagal terbang pada tahap uji coba pada Desember 2021. Selain tidak bisa terbang, perasaannya juga tak lepas dari banyaknya kendala teknis terkait mitra pemilik teknologi kunci untuk mengembangkan drone.


Dari penilaian tersebut, akhirnya diputuskan untuk beralih ke proyek Elang Hitam versi sipil, yang secara otomatis akan menghilangkan kemampuan tempur Elang Hitam. Laksana juga berpendapat bahwa salah mengembangkan drone pertama dengan langsung menargetkan kemampuan pesawat tempur.


Alasannya, teknologi kunci belum dikuasai saat proyek ini dilaksanakan. “Strategi memulai dengan petarung meski tanpa menguasai teknologi kunci adalah sebuah kesalahan,” kata Laksana.


Menurut Laksana, versi ini membuat proyek drone Elang Hitam di masa depan tidak dibatasi atau dimodifikasi, seperti halnya versi militer untuk pertahanan dan keamanan. Menghadirkan versi sipil, Laksana mengatakan proyek drone Elang Hitam lebih menjanjikan.


Hal ini karena pembangunan Elang Hitam ke depan direncanakan untuk memantau kebutuhan seperti cuaca dan kebakaran hutan.


Sementara itu, mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), Marsekal (Purn) Chappy Hakim mengatakan, penghentian proyek ini menunjukkan tidak ada rencana strategis jangka panjang sejak awal.


Saat itu dibatalkan adalah pelajaran yang bisa kami pelajari, ternyata 'Oh ya, kami benar-benar tidak memiliki rencana strategis jangka panjang,'" kata Chappy


 

Jika tidak, Chappy menunjukkan bahwa memang Indonesia tidak bisa mendapatkan teknologi gratis. Baginya, alih teknologi dalam perolehan alat utama sistem persenjataan (alutsista) hanyalah jargon.


Itu karena tidak ada negara yang mau memberikan teknologinya secara gratis. Mr Chappy mengatakan bahwa untuk mengejar teknologi ini, Indonesia perlu bekerja sama dengan negara maju. "Jika kami ingin bekerja sama, orang akan berjuang untuk mendapatkan begitu banyak dari kami," katanya.


Sementara itu, kami bahkan tidak menyadari bahwa kami memiliki daya tawar yang sangat baik," kata Chappy.

 


Proyek Elang Hitam merupakan salah satu program strategis nasional Presiden Joko Widodo pada tahun 2016. Proyek ini diharapkan dapat melindungi kedaulatan negara dari ancaman yang semakin kompleks.


Banyak pengadilan dan organisasi yang terlibat dalam proyek ini, antara lain Kementerian Pertahanan, Angkatan Udara, PT Dirgantara Indonesia (Persero), PT Len Industri (Persero), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Evaluasi dan Penerapan Teknologi Otoritas (BPPT) dan Institut Teknologi Bandung (ITB).


Black Eagle atau drone elang hitam pertama kali diperkenalkan di PT Dirgantara Indonesia pada 30 Desember 2019. Seperti dikutip Kompas.com, Elang Hitam mampu terbang di ketinggian rata-rata 15.000-30.000 kaki dan mampu terbang selama 24-30 jam.